Pengertian dan Contoh Hadits Maudhu' (Hadits Palsu)

Salah satu hadits yang tergolong hadits dhaif dan biasa dikenal dengan nama hadits palsu adalah Hadits Maudhu'.


Pengertian Hadits Maudhu' (الْحَدِيْثُ الْمَوْضُوْعُ)

Menurut bahasa, maudhu' merupakan isim maf'ul dari lafadz "wadha'a" (وَضَعَ) yang artinya adalah meletakkan, sedangkan maudhu' berarti sesuatu yang diletakkan atau sesuatu yang tidak digunakan. Hadits Maudhu' juga dikenal dengan istilah hadits palsu.

Sedangkan menurut istilah sebagaimana dalam Kitab Minhatul Mughits, Bab Hadits Maudhu' adalah sebagai berikut :

هُوَ الْمَكْذُوْبُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ اَوْ تَقْرِيْرٍ اَوْ نَحْوِ ذٰلِكَ عَمْدًا

"Hadits Maudhu' adalah hadits yang didustakan atas nama Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sebagainya secara sengaja".

Jadi, jelaslah mengapa hadits ini diistilahkan sebagai Hadits Palsu, karena memang isinya memuat kedustaan atau kebohongan dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW dan itu dilakukan memang secara sengaja.


Contoh dan Cara Mengetahui Hadits Maudhu'

Meskipun hadits tersebut merupakan kebohongan, tetapi ada beberapa cara untuk mengetahui sebagian hadits merupakan hadits maudhu', yaitu di antaranya :

1. Pengakuan Rawi Itu Sendiri

Artinya, rawi yang meriwayatkan hadits maudhu' itu sendiri telah mengaku bahwa hadits tersebut bukan dari Nabi SAW tetapi berasal dari dirinya sendiri sebagai upaya pembohongan.

2. Bertentangan Dengan Kaidah Al-Qur'an

Hadits maudhu' bisa diketahui dengan cara bagaimana isi dan makna hadits itu bertentangan dengan hukum dan kaidah-kaidah dalam Al-Qur'an, misalnya :

وَلَدُ الزِّنَا لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ اِلَى سَبْعَةِ اَبْنَاءٍ

"Anak hasil berzina tidak akan masuk surga sampai tujuh turunan".

Hadits maudhu' di atas seolah menjelaskan bahwa kesalahan seseorang akan berakibat fatal dengan tidak akan masuk surga sampai 7 turunan. Tentu saja hal ini bertentangan dengan kandungan dalam salah satu Surat Al-Qur'an :

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرٰى

"Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri" (Al-An'am : 164).

3. Bertentangan Dengan Kaidah Hadits Shahih

Hadits maudhu' juga bisa diketahui dengan kandungan isi dan maknanya yang bertentangan dengan riwayat-riwayat hadits yang sudah dinilai shahih dan mutawatir, misalnya :

وَاِنَّ كُلَّ مَنْ يُسَمّٰى بِهٰذِهِ الْاَسْمَاءِ (مُحَمَّدٌ وَاَحْمَدُ) لَا يَدْخُلُ الْنَّارَ

"Dan seseungguhnya setiap orang yang diberi nama dengan nama-nama ini (Muhammad dan Ahmad), tidak akan masuk neraka".

Hadits itu adalah contoh hadits maudhu', di mana kandungannya bertentangan dengan riwayat-riwayat yang shahih, yang menjelaskan bahwa keselamatan manusia bisa diukur dari keimanan, ketaqwaan, dan akhlaqnya, bukan karena namanya.

4. Bertentangan Dengan Ijma' Ulama' Yang Bersifat Qath'i (Hukumnya Pasti)

Hadits maudhu' bisa juga diketahui dengan adanya pertentangan terhadap kesepakatan para ulama', misalnya :

وَاَنَّهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَخَذَ بِيَدِ عَلِيِّ ابْنِ اَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ بِحَضْرَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ كُلِّهِمْ، وَهُمْ رَاجِعُوْنَ مِنْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ، فَاَقَامَهُ بَيْنَهُمْ حَتَّى عَرَفَهُ الْجَمِيْعُ، ثُمَّ قَالَ : هٰذَا وَصِيِّ وَاَخِيْ وَالْخَلِيْفَةُ بَعْدِيْ، فَاَسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا

"Sesungguhnya Nabi SAW memegang tangan Sahabat Ali bin ABi Thalib ra di hadapan semua sahabat, mereka telah kembali dari Haji Wada' (haji pertama dan terakhir yang dilakukan Nabi SAW). Lalu Beliau menyuruh Ali berdiri di antara mereka sehingga semua mengetahuinya. Lalu Beliau bersabda, "Ini adalah wasiatku, saudaraku, dan khalifah sesudahku, maka dengarkalah dan taatilah".

Terlihat bahwa orang yang mengada-ada dengan hadits di atas kemungkinan berasal dari aliran Syiah yang begitu fanatik membela Sahabat Ali bin Abi Thalib. Namun, riwayat itu adalah maudhu' (palsu) di mana bertentangan dengan ijma' umat bahwa Nabi SAW tidak pernah menunjuk seorang sahabat untuk menggantikan khalifah sesudah Beliau wafat.

5. Dengan Melihat Haliyah Rawinya

Pada zaman dulu, kebanyakan hadits maudhu' adalah hadits yang dibuat oleh seorang karena mengikuti keinginan hawa nafsu penguasa atau ia ingin mendekati penguasa tersebut. Nah, dengan memperhatikan dan meneliti haliyah (prilaku dan keadaan) rawi semestinya bisa diketahui kemaudhu'an hadits yang diriwayatkannya.

6. Kandungan Makna Hadits Ekstrim, Sangat Kaku, Dan Tidak Rasional

Rasulullah SAW adalah taudalan bagi umat, sehingga hadits-hadits yang datang dari Beliau pasti hadits-hadits dengan nuansa kemslahatan dan kasih sayang kepada seluruh alam, karena Nabi SAW adalah rahmatallil alamin. Untuk itulah, hadits-hadits yang berisi konten ekstrim dan kaku hukumnya biasanya adalah hadits-hadits yang maudhu' (palsu). Contoh pada poin 2 dan 3 di atas merupakan contoh hadits maudhu' yang kandungannya ekstrim, hukumnya sangat kaku, dan tidak rasional menurut akal sehat.

7. Keterangan Dalam Riwayat dan Kitab-Kitab Hadits

Dalam beberapa kitab-kitab, khususnya kitab yang meriwayatkan hadits-hadits, biasanya disertai dengan keterangan mengenai kemadhu'an hadits dan sebabnya. Tentu saja demikian itu diambil dari beberapa analisa dan perkataan para ulama' ahli hadits mengenai hal ihwal rawinya.

8. Keterangan Dari Ulama' Ahli Hadits

Untuk mengetahui sebuah hadits disebut maudhu' juga bisa dilakukan dengan bertanya pada ulama' atau kyai yang mumpuni di dalam masalah yang berkaitan dengan hal ilwal hadits.


Penyebab dan Hukum Hadits Maudhu'

Adapun mengenai poin ini, maka link posting berikut ini adalah penjelasan secara detailnya : Penyebab dan Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu' (Hadits Palsu).

Sumber : Kitab Minhatul Mughits, Bab Hadits Maudhu'
Penulis : Syekh Hafidz Hasan Al-Mas'udi.

LihatTutupComment